Sebut
saja namanya Deva, lelaki tinggi hiitam manis dan berhidung mancung itu tengah
berdiri di depan gerbang sekolah. Ini hari pertamanya memasuki dunia baru, duni
SMP. Di depan gerbang ia menanti dengan gusar kedatangan teman-temannya, maklum
masih junior dan hari pertama pula. Dalam kegusarannya, tanpa sengaja Deva
melihat sosok perempuan manis melintas di hadapannya. “Kalo dilihat dari
dandanannya, kaya’nya dia juga murid baru”, gumam Deva dalam hati. Ia masih
menebak-nebak siapa perempuan tadi ketika teman-temannya datang dan
mengagetkannya, “lo ngeliatin apaan, Dev? Serius amat” salah satu teman Deva
bertanya lalu diiringi gemuruh suara tawa teman-teman yang lain karena melihat
muka Deva yang seperti orang linglung. “Gak ngeliatin apa-apa kok, gw gini
karena kelamaan nunggu kalian”, balas Deva sambil mengalihkan pembicaraan
temannya. “Sorry deh kita-kita telat, gak ada angkot yang lewat tadi”,
bersamaan dengan itu bel sekolah berbunyi menandakan anak-anak harus kumpul di
lapangan. Deva dan teman-temannya berlari menuju lapangan.
***
Di
lapangan mata Deva berputar keseluruh area lapangan, masih dicarinya sosok
perempuan yang belum ia ketahui namanya itu. Sampai pada suatu titik matanya
berhenti berputar. Nah, itu dia. Perempuan manis itu sedang tertawa bersama
teman-temannya di barisan paling belakang. “Sungguh menawan wajahnya, siapa ya
namanya? Semoga gw bisa sekelas sama dia, hehe”, Deva terkekeh dalam hati
sambil senyum-senyum.
***
Pengumuman
dan pembagian kelas telah usai, ternyata Deva dan teman-temannya terpisah. Deva
menempati kelas 1.3, ada sedikit perasaan kecewa karena ia tidak berkumpul
bersama teman-temannya. Hei, tunggu dulu. Mata Deva menatap tidak percaya, ia
sekelas dengan perempuan yang melintas di hadapannya tadi pagi. “Terima kasih
yaa Allah, Engkau telah mengabulkan doa hamba”, Deva bersyukur sambil sesekali
mencuri pandang ke arah perempuan yang membuatnya terpesona.
***
Tiba
saatnya perkenalan, satu persatu murid maju ke depan kelas sambil
memperkenalkan diri, tak terkecuali perempuan manis itu, Deva sudah tidak sabar
ingin mengetahui siapa nama perempuan tersebut.
***
“Ternyata
namanya Imel, cocok sama wajahnya”, gumam Deva. Deva memberanikan diri untuk
berkenalan secara langsung. Didekatinya Imel lalu menyapa, “Hai, boleh kenalan?
Gw Deva, salam kenal”, suara Deva dibuat seramah mungkin. “Kan tadi udah
kenalan di depan!!”, jawab Imel agak sedikit jutek. “Gw gak akan nyerah!!!”,
teriak Deva dalam hati.
***
Hari-hari
dilalui Deva dengan semangat, tidak sedetikpun dia lewatkan untuk tidak
bersekolah. Hari-harinya bahagia meskipun dia tidak berteman akrab dengan Imel,
setidaknya saat ini Imel tidak lagi jutek ketika di sapa, makin hari Deva
semakin mengagumi Imel, selain supel dan mudah bergaul, ternyata Imel juga
termasuk murid yang pintar dan Imel pun tidak sungkan-sungkan untuk mengajari
temannya ketika mereka ada kesulitan dalam belajar.
***
Deva
memberanikan diri untuk membuat surat cinta kepada Imel, suratnya ia bungkus
rapih ke dalam sebuah amplop berwarna putih bersih. Surat tersebut ia tittpkan
kepada salah seorang temannya, Arya. Karena Imel belum juga menampakkan batang
hidungnya ke sekolah, akhirnya Arya menitipkan surat tadi kepada teman sebangku
Imel, Icha. Karena penasaran Icha membuka surat tersebut dan membacanya,
alhasil setelah Icha membaca hampir seluruh siswa membaca surat tersebut, dan
ternyata Imel pun belum membacanya. Ada perasaan kesal atas kelakuan temannya
tersebut, dibuangnya surat itu karena malu di olok-olok oleh teman-temannya.
Pada saat itu, Imel masih sangat muda dan masih takut mengenal apa itu cinta,
hampir setiap hari teman-teman mengoloknya. Sampai pada titik kesabarannya
habis dan Deva pun terkena imbasnya. Tak seorang pun dari mereka mendapat
sapaan dan senyuman dari Imel lagi, semua berubah, tak lagi ceria. Ada perasaan
bersalah kepada Deva, akan tetapi Imel tidak berani mengucapkan kata maaf.
***
Hari-hari
di sekolah dilalui Deva dan Imel tanpa bertegur sapa, sampai pada akhirnya hari
kelulusan itu tiba. Deva dan Imel tidak melanjutkan ke sekolah yang sama,
mereka terpisah.
***
Setelah
kurang lebih sembilan tahun terpisah, akhirnya pada suatu malam Imel dikejutkan
dengan nama sebuah akun disalah satu jejaring sosial bernama “Facebook” dan
ingin menambahkan Imel sebagai teman ke dalam akunnya. “Darimana dia tahu akun
facebook gw?”, gumam Imel sambil menekan tombol konfirmasi. Setelah sekian lama
Deva berhasil menemukan Imel. Komunikasi yang telah lama terputus akhirnya
kembali berjalan lancar melalui jejaring sosial. Ternyata Deva sudah berada di
sebuah pulau yang disebut-sebut sebagai paru-parunya dunia, yaa Deva berada di
pulau Kalimantan. Dan Imel, masih di sini, di kampung ini. Dan mereka akhirnya
berteman kembali.
#Cerita
ini saya dedikasikan buat teman saya yang berinisial “Deva”, maafin saya atas
kejadian beberapa tahun silam, gak pernah ada niat buruk saya pada saat itu,
gak ada sedikit pun niat buat kamu malu. Mungkin karena dulu saya masih terlalu
muda untuk memahami gimana cara menghargai orang lain. Jadikan ini sebagai
kenangan manis yang akan kita ceritakan pada anak cucu kita kelak.
With Love,
Miimii
Tidak ada komentar:
Posting Komentar